Laut Biru, Masa Depan Hijau: Potensi Ekosistem Laut dalam Penyerapan Karbon

Ketika bicara soal perubahan iklim, banyak orang langsung membayangkan pabrik-pabrik mengepul, kendaraan bermotor yang padat merayap, atau hutan yang ditebang tanpa ampun. Namun, ada satu sekutu penting yang sering luput dari pembahasan: laut. Ya, birunya laut ternyata menyimpan kekuatan besar dalam menanggulangi emisi karbon yang kian menyesakkan atmosfer bumi. Di balik gelombang dan kedalaman yang tenang, ekosistem laut bekerja diam-diam menyerap karbon, menyaring udara, dan menjaga keseimbangan iklim dunia.

Apa Itu Penyerapan Karbon oleh Laut?

Lautan menutupi lebih dari 70% permukaan bumi dan menyerap sekitar 25–30% dari total karbon dioksida (CO₂) yang dihasilkan oleh aktivitas manusia setiap tahunnya. Proses ini dikenal sebagai “carbon sequestration”, yakni penyerapan dan penyimpanan karbon dalam jangka panjang. Laut melakukannya melalui dua cara utama:

  1. Pompa Fisik (Fisik Pump):
    CO₂ dari atmosfer larut ke dalam permukaan laut dan terbawa ke kedalaman oleh sirkulasi arus laut.

  2. Pompa Biologis (Biological Pump):
    Fitoplankton—makhluk mikroskopis di permukaan laut—melakukan fotosintesis, menyerap CO₂, dan saat mereka mati, karbon yang terkandung terbawa ke dasar laut bersama jasadnya.

Namun kekuatan penyerap karbon yang paling menakjubkan justru berasal dari ekosistem pesisir seperti mangrove, lamun, dan padang rumput laut. Wilayah ini dikenal dengan istilah “blue carbon” atau karbon biru.

Ekosistem Blue Carbon: Penjaga Iklim dari Pinggir Laut

Menurut laporan dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), ekosistem blue carbon mampu menyimpan karbon hingga 10 kali lebih banyak per hektar dibandingkan hutan tropis. Bahkan, 50% karbon yang diserap laut secara biologis berasal dari area pesisir seperti:

1. Mangrove

Hutan mangrove merupakan penyerap karbon yang sangat efisien. Akar-akarnya yang padat dan dalam mampu menyimpan karbon dalam tanah berlumpur hingga ribuan tahun. Studi oleh CIFOR menyebutkan bahwa mangrove Indonesia dapat menyimpan hingga 1.000 ton karbon per hektar.

Indonesia sendiri memiliki hutan mangrove terluas di dunia, sekitar 3,3 juta hektar. Sayangnya, sekitar 50% dari luas itu berada dalam kondisi rusak akibat alih fungsi lahan, tambak, dan pencemaran.

2. Lamun (Seagrass)

Lamun atau rumput laut bukanlah alga, melainkan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal. Mereka memainkan peran besar dalam menyerap karbon dan menstabilkan dasar laut. Meski hanya menutupi 0,2% lautan dunia, lamun menyimpan hingga 10% karbon organik laut.

Selain itu, lamun juga mendukung keanekaragaman hayati laut seperti dugong, penyu, dan ikan-ikan kecil yang menjadikannya tempat berlindung.

3. Padang Rumput Laut (Kelp dan Makroalga)

Jenis alga besar seperti kelp tumbuh cepat dan menyerap banyak CO₂ dalam proses fotosintesisnya. Beberapa peneliti bahkan mulai mengembangkan proyek budidaya rumput laut skala besar sebagai solusi iklim karena potensinya menyerap karbon sangat tinggi tanpa memerlukan lahan darat.

Majas: Samudra adalah paru-paru kedua bumi yang tak berbunyi namun bekerja tiada henti.
Kalimat ini melambangkan bagaimana laut diam-diam menyelamatkan bumi dari panas yang membakar, tanpa pernah meminta pujian.

Ancaman terhadap Peran Laut dalam Menyerap Emisi Karbon

Meski potensinya besar, kemampuan laut menyerap karbon mulai terancam akibat aktivitas manusia:

  • Pencemaran Laut: Limbah plastik, logam berat, dan bahan kimia dari daratan merusak kesehatan ekosistem laut, mengganggu pertumbuhan lamun dan terumbu karang.

  • Pemanasan Global: Suhu laut yang meningkat menurunkan kemampuan laut dalam menyerap CO₂ karena gas lebih sulit larut dalam air yang hangat.

  • Kerusakan Ekosistem Pesisir: Penebangan mangrove dan reklamasi pesisir menghancurkan kemampuan kawasan tersebut menyimpan karbon dalam jangka panjang.

  • Asidifikasi Laut: CO₂ yang larut dalam laut mengubah pH air menjadi lebih asam, merusak kehidupan laut seperti terumbu karang dan moluska.

Langkah-Langkah Pelestarian Ekosistem Laut untuk Pengurangan Emisi

1. Restorasi Mangrove

Program penanaman dan rehabilitasi mangrove menjadi langkah penting. Indonesia sendiri menargetkan rehabilitasi 600.000 hektar mangrove pada 2024. Ini bukan hanya soal karbon, tetapi juga melindungi pesisir dari abrasi dan tsunami.

2. Perlindungan Lamun dan Terumbu Karang

Menetapkan zona konservasi laut dan mencegah penangkapan ikan yang merusak akan menjaga kesehatan lamun. Pelibatan masyarakat pesisir sangat penting dalam menjaga kawasan ini agar tidak rusak oleh aktivitas tambak, wisata, atau limbah.

3. Ekonomi Biru Berkelanjutan

Konsep ekonomi biru menggabungkan pertumbuhan ekonomi kelautan dengan pelestarian lingkungan. Contohnya adalah budidaya rumput laut, pariwisata bahari berkelanjutan, dan penangkapan ikan ramah lingkungan.

4. Riset dan Teknologi Karbon Laut

Inovasi seperti pemantauan karbon bawah laut, pemetaan ekosistem blue carbon, hingga eksperimen pemanfaatan rumput laut sebagai penyerap karbon buatan mulai dikembangkan di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Peran Generasi Muda dan Komunitas Pesisir

Pendidikan lingkungan berbasis laut menjadi kunci utama dalam menumbuhkan kesadaran akan pentingnya ekosistem laut. Banyak komunitas lokal kini dilibatkan dalam restorasi mangrove, pemantauan lamun, dan pengembangan wisata berbasis konservasi.

Gerakan anak muda seperti #OceanMatters atau #SaveMangrove menjadi pengingat bahwa pelestarian laut bukan hanya tugas ilmuwan, tapi juga seluruh lapisan masyarakat.

Keterlibatan Korporasi dan Pemerintah

  • Pemerintah Indonesia telah menerapkan Nationally Determined Contribution (NDC) yang mengakui pentingnya peran ekosistem laut dalam mitigasi iklim.

  • Perusahaan mulai menerapkan skema carbon offset melalui restorasi mangrove, yang sekaligus menjadi bagian dari strategi CSR mereka.

Namun, diperlukan sistem verifikasi yang kuat agar proyek-proyek ini benar-benar berdampak dan tidak hanya bersifat simbolik.

Optimisme Menuju Laut yang Lebih Sehat

Dengan potensi luar biasa yang dimiliki, laut bisa menjadi jawaban penting dalam menurunkan emisi karbon global. Tapi laut bukanlah sumber daya tak terbatas. Ia perlu dijaga, dihormati, dan dipulihkan.

Mengubah arah tidak harus dimulai dari kebijakan besar. Langkah kecil seperti tidak membuang sampah ke sungai, mendukung produk hasil laut berkelanjutan, atau ikut menanam mangrove sudah menjadi bagian dari solusi.

Laut Bukan Sekadar Biru, Ia Adalah Masa Depan

Di balik warnanya yang tenang, laut menyimpan jawab atas masa depan kita. Melindunginya bukan hanya soal konservasi, tapi soal kelangsungan hidup.

Jika Anda ingin menghitung potensi penyerapan karbon dari proyek restorasi pesisir, menilai dampak aktivitas terhadap emisi karbon, atau menyusun strategi keberlanjutan berbasis laut, segera hubungi Mutu International. Sebagai lembaga berpengalaman dalam sertifikasi dan verifikasi lingkungan, Mutu siap menjadi mitra terpercaya Anda dalam melindungi laut dan membangun masa depan yang hijau.

0 I like it
0 I don't like it